Senin, 01 April 2019

Kerangka Konseptual Desa Wisata Halal

Desa wisata merupakan suatu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan
dan daya tarik yang khas (baik berupa daya tarik/keunikan fisik lingkungan alam
pedesaan maupun kehidupan sosial budaya kemasyarakatan), yang dikelola dan
dikemas secara alami dan menarik dengan pengembangan fasilitas pendukung
wisata dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan pengelolaan yang baik dan
terencana Sehingga daya tarik pedesaan tersebut mampu menggerakkan
kunjungan wisatawan ke desa tersebut, serta menumbuhkan aktifitas ekonomi
pariwisata yang meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat
setempat (Tim Penyusun: 2014, 14-15). Sedangkan yang dimaksud dengan Desa
Wisata Menurut Pariwisata Inti Rakyat (PIR) adalah suatu kawasan pedesaaan
yang menawarkan keseluruhansuasana yang mencerminkan keaslian perdesaaan
baik dari kehidupansosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian,
memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau
kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi
untukdikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya: atarksi,
akomodasi, makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya (Soetarso
Priasukmana dan R. Mohamad Mulyadin: 2001, 38). Desa wisata dalam konteks
wisata pedesaan tersebut dapat disebut sebagai aset kepariwisataan yang berbasis
pada potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang dapat
diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk wisata untuk menarik kunjungan
wisatawan ke lokasi desa tersebut.
Pada dasarnya, tipologi desa wisata didasarkan atas karakteristik sumber
daya dan keunikan yang dimilikinya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat)
kategori, yaitu: (Dini Andriani dkk: 2015, 19-20).

1) Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal (adat tradisi
kehidupan masyarakat,artefak budaya, dsb) sebagai daya tarik wisata
utama. Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan berbagai unsur adat
tradisi dan kekhasan kehidupan keseharian masyarakat yang melekat
sebagai bentuk budaya masyarakat pedesaan, baik terkait dengan aktifitas
mata pencaharian, religi maupun bentuk aktifitas lainnya.
2) Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam sebagai daya tarik utama
(pegunungan, agro/perkebunan dan pertanian, pesisir-pantai, dsbnya).
Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan lokasi yang berada di daerah
pegunungan, lembah, pantai, sungai, danau dan berbagai bentuk bentang
alam yang unik lainnya, sehingga desa tersebut memiliki potensi
keindahan view dan lansekap untuk menarik kunjungan wisatawan.
3) Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya budaya dan alam
sebagai daya tarik utama. Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan
daya tarik yang merupakan perpaduan yang kuat antara keunikan sumber
daya wisata budaya (adat tradisi dan pola kehidupan masyarakat) dan
sumber daya wisata alam (keindahan bentang alam/lansekap).
4) Desa wisata berbasis keunikan aktifitas ekonomi kreatif (industri
kerajinan, dsb) sebagai daya tarik wisata utama. Yaitu wilayah pedesaan
yang memiliki keunikan dan daya tarik sebagai tujuan wisata melalui
keunikan aktifitas ekonomi kreatif yang tumbuh dan berkembang dari
kegiatan industri rumah tangga masyarakat lokal, baik berupa kerajinan,
maupun aktifitas kesenian yang khas

Potensi Pariwisata Halal di Indonesia

Perkembangan wisata halal kedepannya dinilai menjanjikan dan potensial. Konsep pariwisata halal ini kedepannya akan menjadi bisnis yang banyak dilirik oleh para pelaku bisnis wisata. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh  Utomo pada tahun 2014, diketahui bahwa potensi pariwisata dinilai baik dan
wisatawan setuju dengan konsep pariwisata syariah. Dari segi konsep, 48%
responden setuju dengan konsep pariwisata syariah. Dari segi kebutuhan, 68%
responden menekankan bahwa pariwisata syariah memiliki urgensi yang tinggi
dalam pelaksanaannya. Dari segi kesesuaian, 60% responden setuju bahwa
pariwisata syariah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, nilai yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan adalah harapan atas
kenyamanan dan ketenangan dalam berwisata tanpa melupakan nilai-nilai
keislamannya. Nilai ini didukung dengan bertambahnya masyarakat
middle class
moslem
yang memiliki kesadaran tinggi dalam kehalalan suatu produk (Haidar
Tsany Alim, Andi Okta Riansyah, Karimatul Hidayah, Ikhwanul Muslim,
Adityawarman: 2015, 5). Hal itu menjadikan pariwisata syariah memiliki potensi
besar untuk dikembangkan mengikuti permintaan pasar yang ada.
Pengembangan pariwisata syariah memerlukan pengenalan pasar
pariwisata syariah yang jelas untuk memancing para pelaku bisnis wisata agar
terlibat langsung ke industri. Selain itu, keberagaman destinasi wisata di Indonesia
mendukung pariwisata syariah walaupun destinasi yang difokuskan disini masih
terfokus pada wisata religi dan destinasi wisata lainnya yang juga didukung
dengan fasilitas ibadah seperti Masjid (Unggul Priyadi: 2016, 94-95). Oleh karena
itu, desa wisata halal bisa menjadi destinasi baru dalam berwisata untuk
mengembangkan pariwisata halal di Indonesia.
Potensi jumlah wisatawan Indonesia dapat dilihat dari
State of the Global
Islamic Economy 2013 Report
, bahwa tingkat belanja wisatawan Indonesia
mencapai 12,5 persen dari keseluruhan nilai belanja pariwisata dunia. Prosentase
tersebut belum termasuk belanja untuk umrah dan haji. Diperkirakan pada tahun
2018 belanja wisatawan muslim untuk keperluan wisata menembus US$ 181
miliar. Tingkat pertumbuhan muslim yang beriwisata di dunia lebih banyak
dibandingkan tingkat pertumbuhan wisatawan mancanegara yang lain. Sebagai
catatan, wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia mencapai 8,8 juta turis,
dengan total US$ 1,66 miliar. Namun, para ahli mengamati industri perjalanan
dan pariwisata halal di negara-negara non-muslim lebih baik daripada di negaranegara muslim (Prasetyo Adi Sulistyono: 2018, 3).
Pertumbuhan pariwisata halal ini juga memunculkan
ghiroh dari Negara
lainnya. Dubai bercita-cita menjadikan Negaranya sebagai pusat rujujukan

ekonomi Islam di kancah internasional, Dubai memiliki strategi ekonomi
dibangun di atas tujuh pilar utama yaitu keuangan Islam, industri halal, pariwisata
halal, ekonomi Islam digital, seni dan desain Islam, standarisasi dan sertifikasi
ekonomi Islam, dan pusat internasional untuk informasi dan pendidikan Islam.
Bahkan, pada bulan Maret 2016 Kroasia telah menjadi tuan rumah pariwisata
halal dan kongres perdagangan sebagai bagian dari perayaannya ulang tahun 100
tahun dari isu “
Law of recognition of Islam as the equal religion to all other
religions
”. Selanjutnya, Pemerintah Kordoba telah meluncurkan proyek yang
disebut “Cordoba Halal”, yang merupakan bagian dari Rencana Strategis
Pariwisata Kordoba yang bertujuan untuk mengembangkan pariwisata halal di
kota Kordoba.

Pariwisata Syariah merupakan tujuan wisata baru di dunia saat ini.Utilizing the World Tourism Organization (UNWTO) menunjukkan bahwa
wisatawan muslim mancanegara berkontribusi 126 miliar dolar AS pada 2011.
Jumlah itu mengalahkan wisatawan dari Jerman, Amerika Serikat dan Cina.
Menurut data
Global Muslim Traveler, wisatawan muslim Indonesia masuk dalam
10 besar negara yang paling banyak berwisata. Namun, Indonesia tidak termasuk
dalam 10 tempat destinasi kunjungan muslim (Akhmad Saefudin: 2018). Ironis,
Indonesia tidak dapat dan bermayoritas muslim ini hanya menjadi konsumen saja.
Kemenparekraf RI sejauh ini telah mengembangkan dan mempromosikan
usaha jasa di bidang perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata dan spa di 12
destinasi wisata syariah. Pengembangan tersebut dilakukan di sejumlah kota yakni
Aceh, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Semarang, Jawa Timur, NTB serta Sulawesi Selatan (Alamsyah, I. E:
2018). Provinsi Jawa Tengah dan Semarang merupakan salah satu destinasi wisata
syariah yang mempunyai banyak obyek obyek wisata yang menarik untuk
dikunjungi. Didukung dengan transportasi yang memadai, obyek-obyek wisata
tersebut sangatmudah untuk dikunjungi.
Berbagai upaya dilakukan untuk mempersiapkan produk pariwisata ini
bersama pemangku kepentingan, salah satu cara memperkenalkan Wisata Syariah
di Indonesia kepada masyarakat dan dunia Internasional, Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia
menyelenggarakan Global Halal Forum bertema “Wonderful Indonesia as
Moslem Friendly Destination” pada 30 Oktober 2013 di JIExpo Kemayoran,
Jakarta.
Pentingnya dikembangkan potensi wisata syariah disampaikan Mantan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat peluncuran Gerakan Ekonomi
Syariah (GRES) di kawasan silang Monas, tanggal 17 November 2013. Presiden
Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa Indonesia
mempunyai banyak alasan untuk mengembangkan potensi wisata syariah, antara
lain keberadaan ekonomi syariah penting untuk mengurangi kerentanan antara
sistem keuangan dengan sektor riil, sehingga menghindari penggelembungan
ekonomi; menghindari pembiayaan yang bersifat fluktuatif, dan dapat
memperkuat pengaman sosial.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan wisata syariah
adalah mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi untuk menjadi destinasi wisata
syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera

Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari ke-13 provinsi
tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan
Jawa Timur.

Meskipun konsep halal sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar
penduduk Indonesia, namun wisata halal kurang berkembang di
Indonesiadikarenakan fasilitasi, tidak mudah memastikan makanan halal,
sertifikasi halal, dan promosi yang kurang. Hal tersebut tampak dari hasil laporan
lembaga riset dan pemeringkat industri pariwisata halal
Crescentrating bersamaMaster Card, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, Indonesia berada di
urutan keenam tujuan wisata halal dunia, di bawah Malaysia dan Thailand.
Crescentrating menilai Indonesia harus berusaha lebih keras jikaingin melangkahi
Malaysia dan Thailand dalam mengembangkan wisata halal.Menurut pendiri dan
CEO Crescentrating Fazal Bahardeen bahwaIndonesia belum begitu agresif dalam
mempromosikan wisata halal sepertinegara tetangga Malaysia dan
Thailand.Indonesia juga belum mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke
dalam program pariwisata nasional, dan membuat paket khusus wisata halal.
Fakta yang ada pariwisata syariah di Indonesia pada tahun 2013 yaitu
hotel syariah besertifikat baru 37 hotel.Sebanyak 150 hotel menuju operasional
syariah. Begitu juga dengan restoran, dari 2.916 restoran, baru 303 yang
bersertifikat halal. Sebanyak 1.800 mempersiapkan diri sebagai restoran halal.
Sedangkan tempat relaksasi, SPA kini baru berjumlah tiga unit. Sebanyak 29
sedang proses untuk mendapatkan sertifikat (Dini Andriani dkk: 2015, 16).

Wisata Syariah (Halal Tourism)

Istilah wisata dalam Undang-Undang Republik Indonesia adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek atau daya tarik. Sedangkan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang
tersebut. Terminologi wisata syariah di beberapa negara ada yang menggunakan istilah seperti
Islamic tourism, halal tourism, halal travel, ataupun as moslem friendly destination. Yang dimaksud syariah adalah prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atautelah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia. Istilah syariah mulai digunakan di Indonesia pada industri perbankan
sejak tahun 1992. Dari industri perbankan berkembang ke sektor lain yaitu asuransi syariah, pengadaian syariah, hotel syariah, dan pariwisata syariah. Selain istilah wisata syariah, dikenal juga istilah halal tourism atau wisata halal. Definisi pariwisata syariah adalah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah (Aan Jaelani: 2017, 13). Pariwisata syariah dimanfaatkan oleh banyak orang karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal. Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Jadi pariwisata syariah tidak terbatas hanya pada wisata religi. Definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), konsumen wisata syariah bukan hanya umat
muslim tetapi juga non-muslim yang inginmenikmati kearifan local (Riyanto Sofyan: 2012, 33). Wisata syariah merupakan salah satu bentuk wisata berbasis budaya yang mengedepankan nilai-nilai dan norma syariat Islam sebagai landasan dasar. Sebagai konsep baru didalam industri pariwisata, tentunya wisata syariah memerlukan pengembangan lebih lanjut serta pemahaman yang lebih lanjut serta pemahaman yang lebih komprehensif terkait dengan nilai-nilai keislaman yang diterapkan didalam kegiatan pariwisata. Dengan penduduk muslim terbesar di dunia maka Indonesia merupakan pasar industri wisata syariah terbesar di dunia dan seharusnya disadari oleh pelaku bisnis pariwisata di Indonesia hal ini dikarenakan pengembangan wisata syariah yang berkelanjutan akan memberikan
kotribusi ekonomi yang cukup signifikan bagi seluruh pelaku yang terlibat di dalamnya. Konsep wisata syariah adalah sebuah proses pengintegrasian nilai-nilai keislaman kedalam seluruh aspek kegiatan wisata. Nilai syariat islam sebagai suatu kepercayaan dan keyakinan yang dianut umat muslim menjadi acuan dasar dalam membangun kegiatan pariwisata. Wisata syariah  mempertimbangkan nilai nilai dasar umat muslim didalam penyajian mulai dari akomodasi, restoran yang
  selalu mengacu kepada norma-norma keislaman (Ade Suherlan: 2015, 63).
Konsep wisata syariah merupakan aktualisasi dari konsep ke-Islaman dimana nilai
halal dan haram menjadi tolak ukur utama, hal ini berarti seluruh aspek kegiatan
wisata tidak terlepas dari sertifikasi halal yang harus manjadi acuan bagi setiap
pelaku pariwisata (Sureerat Chookaew, Oraphan Chanin, Jirapa Charatarawat,
Pingpis Sriprasert, and Sudarat Nimpaya: 2015, 739). Konsep wisata Syariah
dapat juga diartikan sebagai kegiatan wisata yang berlandaskan ibadah dan
dakwah disaat wisatawan Muslim dapat berwisata serta mengagungi hasil
pencipataan Allah SWT (tafakur alam) dengan tetap menjalankan kewajiban
sholat wajib sebanyak lima kali dalam satu hari dan semua ini terfasilitasi dengan
baik serta menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya (Hairul Nizam Ismail: 2013,
397-405).
Hal yang fundamental dari wisata syariah tentunya adalah pemahaman
makna halal disegala aspek kegiatan wisata mulai dari hotel, sarana transportasi,
sarana makanan dan minuman, sistem keuangan, hingga fasilitas dan penyedia
jasa wisata itu sendiri. Sebagai contoh hotel syariah tidak akan menerima
pasangan tamu yang akan menginap jika tamu tersebut merupakan pasangan yang
bukan muhrimnya (tidak dapat menunjukkan surat nikah) selain itu hotel yang
mengusung konsep syariah tentunya tidak akan menjual minuman beralkohol
serta makanan yang mengandung daging babi yang diharamkan didalam Islam.
Selain itu pemilihan destinasi wisata yang sesuai dengan nilai-nilai syariah Islam
juga menjadi pertimbangan utama didalam mengaplikasikan konsep wisata
syariah, setiap destinasi wisata yang akan dituju haruslah sesuai dengan nilai-nilai
keisalaman seperti memiliki fasilitas ibadah masjid maupun mushola yang
memadai, tidak adanya tempat kegiatan hiburan malam serta prostitusi, dan juga
masyarakatnya mendukung implementasi nilai-nilai Syariah Islam seperti tidak
adanya perjudian, sabung ayam maupun ritual-ritual yang bertentangan dengan
ajaran Islam (Kurniawan Gilang Widagdyo: 2015, 74-75).

KONSEP HALAL

Kata “halal” merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab yang berarti diijinkan atau sesuai dengan hukum. Selanjutnya, kata “haram” yang juga berasal dari kosa kata Arab mengandung arti lawan dari halal, yakni dilarang atau tidak sesuai dengan hukum (Yusuf Qardhawi: 2003, 31). Dengan kata  lain halal adalah sesuatu yangjika digunakan tidak mengakibatkan mendapatkan siksa (dosa).  Halal merupakan segala sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat untuk dikonsumsi/digunakan. Sedangkan haram adalah sesuatu yang oleh Allah, dilarang dilakukan dengan larangan tegas di mana orang yang melanggarnya diancam siksa oleh Allah di akhirat. Sehingga Wisata halal dapat diidefinisikan sebagai tempat wisata yang apabila dikunjungi tidak mengakibatkan mudhorot (dosa). Karena, menurut Nabi Muhammad Saw. mengkonsumsi yang haram menyebabkan dosa yang dipanjatkan tidak akan dikabulkan dan segala amal ibadah yang dilakukan tidak akan diterima oleh Allah. Atas dasar itu, bagi umat Islam, sejalan dengan ajaran Islam, menghendaki agar segala produk yang akan digunakan dijamin kehalalan dan kesuciannya. Menurut Islam mengkonsumsi yang halal, suci dan baik (thayyib) merupakan perintah agama dan hukumnya adalah wajib (Ma’ruf Amin: 2011, 43). Sedangkan produk halal menurut Majlis Ulama Indonesia (MUI) adalah produk yang memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: (Tim Penyusun: 2003, 2).
1) Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi

2) Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, antara lain bahan yang
diambil dari organ manusia, kotoran, dan darah
3) Semua hewan halal yang disembelih sesuai dengan tuntunan syariat Islam
4) Seluruh penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan
transportasi bahan tersebut bukan bekas dipakai untuk babi, kecuali setelah
dibersihkan dengan tata cara syariat Islam
5) Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung
khamr.Islam memperkenalkan konsep halal, haram dan mubazir sebagai prinsip dasar dalam mengatur  kebutuhan hidup manusia baik yang bersifat dharuriyat (primer), hajiyat (sekunder) ataupun  tahsiniyat (tersier) (Muhammad: 2004, 152-153). Segmentasi pasar produk halal saat ini sangat potensial, perkiraan konsumennya mencapaidua miliar Muslim di dunia membutuhkan produk halal dan potensi produk halal global 600 miliar dolar AS dan meningkat 20-30 persen per tahun. Adapun lembaga halal yang ada di Indonesia terdiri dari 
(1) LPPOM MUI:
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) berdiri pada 6 Januari 1989. Lembaga ini berfungsi melindungi konsumen Muslim dalam penggunaan produk-produk makanan, obatobatan, dan kosmetik. 

(2) Badan Halal Dunia (WHC) atau World Halal Council(WHC) berdiri pada 1999 di Jakarta yang diinisiasi oleh sejumlah negara, termasuk Indonesia.Badan ini berfungsi sebagai federasi badan sertifikasi halal di seluruh dunia setelah mendapatkan penerimaan internasional dan global untuk sertifikasi dan akreditasi proses halal mereka.

Desa Wisata Halal

Konsep halal tengah menjadi trend di Indonesia, mulai dari perkembangan ekonomi Islam, munculnya produk-produk halal (mulai dari makanan, fashion, kosmetik, gaya hidup, tourism). konsep tersebut tidak hanya menjamur di Indonesia namun juga merambah ke negara asing yang notabene bukan negara yang mayoritas berpenduduk muslim seperti jepang, Australia, Thailand, Selandia Baru.
Data dari State of The Global Islamic Economy 2014- 2015 menyebutkan indikator tren bisnis halal terlihat pada lima bidang industri terus menunjukkan kemajuan. Antara lain jasa keuangan islami (Islamic finance), makanan halal, busana muslim, media dan rekreasi halal, serta farmasi dan kosmetik halal. Sayangnya, Indonesia menempati urutan kesepuluh dari negara-negara pelaksana ekonomi Islam itu. Kesepuluh besar negara tersebut adalah Malaysia, Uni Emirat Arab, Bahrain, Oman, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Yordania, Pakistan dan Indonesia. Kondisi ini menandakan bahwa industri halal di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, bahkan dengan negaranegara non muslim. Padahal potensinya begitu besar. Peringkat tertinggi untuk negara produsen makanan halal dikuasai oleh Malaysia, Brasil, Uni Emirat Arab dan Amerika Serikat (Asep Syarifuddin Hidayat dan Mustolih Siradj: 2015, 201). Laporan akhir Kajian Pengembangan Data Syariah Kementerian Pariwisata pada tahun 2016 menunjukan bahwa ekonomi Islam adalah bagian
penting dari ekonomi global saat ini. Ada tujuh sektor ekonomi Islam yang telah meningkat secara signifikan, yaitu kuliner, keuangan Islam, industri asuransi, fashion, kosmetik, farmasi, hiburan, dan pariwisata. Dimana keseluruhan sektor itu mengusung konsep halal dalam setiap produknya. Terdapat beberapa hal yang menjadi motor pertumbuhan pasar muslim global, yaitu demografi pasar muslim
yang berusia muda dan berjumlah besar, pesatnya pertumbuhan ekonomi negara mayoritas muslim mendorong tumbuhnya bisnis islami salah satunya adalah wisata halal. Berdasarkan data dari Kementrian Pariwisata sektor ekonomi Islam yang telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam produk
lifestyle di sektor pariwisata adalah pariwisata syariah (Dini Andriani dkk: 2015, 1-2). Pariwisata secara umum merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Adanya pengembangan sektor pariwisata diharapkan dapat mendorong terjadinya peningatan kesejahteraan masyarakat lokal melalui penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat. Tidak hanya itu, pengembanagan pariwisata juga dapat menumbuhkan industri pendukung lain, sehingga dapat membangun integrasi baik antar sektor pariwisata ataupun dengan
sektor lain di suatu wilayah. Terkait dengan peranan sektor pariwisata, pengembangan sekor pariwisata tidak hanya mendukung pembangunan ekonomi saja melainkan juga dapat mendukung pembangunan dari aspek sosial dan budaya. Salah satu bentuk upaya dalam mendukung perkembangan sektor pariwisata adalah melalui pengembangan desa wisata. Pada tahun 2011 jumlah desa yang dikembangkan menjadi desa wisata adalah sebanyak 569 desa yang kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 978 desa wisata dan pada tahun 2013 menjadi 980 desa wisata. Sementara itu pada tahun 2014 Kemenparekraf menargetkan pengembangan 2000 desa wisata di Indonesia.

Tujuan dari pengembangan desa wisata tersebut adalah untuk membentuk masyarakat yang memahami dan sadar mengenai adanya potensi pariwisata di wilayah mereka sendiri sehingga dapat menciptakan suatu objek wisata yang kreatif. Gagasan tentang desa wisata syariah pada akhir tahun 2015 telah muncul di Bali. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Bali, Dr Dadang Suherman, akan tetapi gagasan ini ditolak oleh masyarakat Bali sehingga desa wisata syariah di pulau Dewata tidak dapat diimplementasikan karena mayoritas masyarakatnya beragama non muslim.

Minggu, 31 Maret 2019

soal kelas 2 tema 6


1. Agar terhindar dari letusan gunung merapi, penduduk sekitar harus di… .
a. Ungsikan
b. Dibiarkan
c. Masuk ke rumah

2. Gunung yang dapat meletus disebut juga gunung… .
a. Mati
b. Berapi
c. Kawah

3. Bagain bumi yang berair adalah… .
a. Gunung
b. Laut
c. Lembah

Apa sih wisata Halal itu?

Wisata halal tidak harus mengunjungi lokasi lokasi yang bernuansa religi, namun wisata dapat dilakukan di berbagai tempat dimana tetap menjaga adab sesuai dengan syari'at. wisata halal dapat di dukung dengan objek wisata yang terhindar dari kemaksiatan, penginapan syari'ah yang tentunya tidak mengijinkan pasangan menginap tanpa bukti, alat transportasi yang terhindar dari maksiat, objek wisata mendukung tempat beribadah, dan nuansa lain yang dapat mendukung suasana keagamaan.Sebenarnya yang umum dikenal selama ini adalah wisata syariah atau wisata religi. Pengertiannya tentu tak melulu berwisata ke lokasi-lokasi religius seperti makam-makam Walisongo seperti yang selama ini banyak dilakukan orang. Jika wisata religi lebih mengedepankan aspek lokasi atau objek dan sejarah tempat wisata, maka wisata halal lebih mengedepankan aspek pelaku atau wisatawannya.