Senin, 01 April 2019

Wisata Syariah (Halal Tourism)

Istilah wisata dalam Undang-Undang Republik Indonesia adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek atau daya tarik. Sedangkan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang
tersebut. Terminologi wisata syariah di beberapa negara ada yang menggunakan istilah seperti
Islamic tourism, halal tourism, halal travel, ataupun as moslem friendly destination. Yang dimaksud syariah adalah prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atautelah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia. Istilah syariah mulai digunakan di Indonesia pada industri perbankan
sejak tahun 1992. Dari industri perbankan berkembang ke sektor lain yaitu asuransi syariah, pengadaian syariah, hotel syariah, dan pariwisata syariah. Selain istilah wisata syariah, dikenal juga istilah halal tourism atau wisata halal. Definisi pariwisata syariah adalah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah (Aan Jaelani: 2017, 13). Pariwisata syariah dimanfaatkan oleh banyak orang karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal. Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Jadi pariwisata syariah tidak terbatas hanya pada wisata religi. Definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), konsumen wisata syariah bukan hanya umat
muslim tetapi juga non-muslim yang inginmenikmati kearifan local (Riyanto Sofyan: 2012, 33). Wisata syariah merupakan salah satu bentuk wisata berbasis budaya yang mengedepankan nilai-nilai dan norma syariat Islam sebagai landasan dasar. Sebagai konsep baru didalam industri pariwisata, tentunya wisata syariah memerlukan pengembangan lebih lanjut serta pemahaman yang lebih lanjut serta pemahaman yang lebih komprehensif terkait dengan nilai-nilai keislaman yang diterapkan didalam kegiatan pariwisata. Dengan penduduk muslim terbesar di dunia maka Indonesia merupakan pasar industri wisata syariah terbesar di dunia dan seharusnya disadari oleh pelaku bisnis pariwisata di Indonesia hal ini dikarenakan pengembangan wisata syariah yang berkelanjutan akan memberikan
kotribusi ekonomi yang cukup signifikan bagi seluruh pelaku yang terlibat di dalamnya. Konsep wisata syariah adalah sebuah proses pengintegrasian nilai-nilai keislaman kedalam seluruh aspek kegiatan wisata. Nilai syariat islam sebagai suatu kepercayaan dan keyakinan yang dianut umat muslim menjadi acuan dasar dalam membangun kegiatan pariwisata. Wisata syariah  mempertimbangkan nilai nilai dasar umat muslim didalam penyajian mulai dari akomodasi, restoran yang
  selalu mengacu kepada norma-norma keislaman (Ade Suherlan: 2015, 63).
Konsep wisata syariah merupakan aktualisasi dari konsep ke-Islaman dimana nilai
halal dan haram menjadi tolak ukur utama, hal ini berarti seluruh aspek kegiatan
wisata tidak terlepas dari sertifikasi halal yang harus manjadi acuan bagi setiap
pelaku pariwisata (Sureerat Chookaew, Oraphan Chanin, Jirapa Charatarawat,
Pingpis Sriprasert, and Sudarat Nimpaya: 2015, 739). Konsep wisata Syariah
dapat juga diartikan sebagai kegiatan wisata yang berlandaskan ibadah dan
dakwah disaat wisatawan Muslim dapat berwisata serta mengagungi hasil
pencipataan Allah SWT (tafakur alam) dengan tetap menjalankan kewajiban
sholat wajib sebanyak lima kali dalam satu hari dan semua ini terfasilitasi dengan
baik serta menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya (Hairul Nizam Ismail: 2013,
397-405).
Hal yang fundamental dari wisata syariah tentunya adalah pemahaman
makna halal disegala aspek kegiatan wisata mulai dari hotel, sarana transportasi,
sarana makanan dan minuman, sistem keuangan, hingga fasilitas dan penyedia
jasa wisata itu sendiri. Sebagai contoh hotel syariah tidak akan menerima
pasangan tamu yang akan menginap jika tamu tersebut merupakan pasangan yang
bukan muhrimnya (tidak dapat menunjukkan surat nikah) selain itu hotel yang
mengusung konsep syariah tentunya tidak akan menjual minuman beralkohol
serta makanan yang mengandung daging babi yang diharamkan didalam Islam.
Selain itu pemilihan destinasi wisata yang sesuai dengan nilai-nilai syariah Islam
juga menjadi pertimbangan utama didalam mengaplikasikan konsep wisata
syariah, setiap destinasi wisata yang akan dituju haruslah sesuai dengan nilai-nilai
keisalaman seperti memiliki fasilitas ibadah masjid maupun mushola yang
memadai, tidak adanya tempat kegiatan hiburan malam serta prostitusi, dan juga
masyarakatnya mendukung implementasi nilai-nilai Syariah Islam seperti tidak
adanya perjudian, sabung ayam maupun ritual-ritual yang bertentangan dengan
ajaran Islam (Kurniawan Gilang Widagdyo: 2015, 74-75).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar