Senin, 01 April 2019

Potensi Pariwisata Halal di Indonesia

Perkembangan wisata halal kedepannya dinilai menjanjikan dan potensial. Konsep pariwisata halal ini kedepannya akan menjadi bisnis yang banyak dilirik oleh para pelaku bisnis wisata. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh  Utomo pada tahun 2014, diketahui bahwa potensi pariwisata dinilai baik dan
wisatawan setuju dengan konsep pariwisata syariah. Dari segi konsep, 48%
responden setuju dengan konsep pariwisata syariah. Dari segi kebutuhan, 68%
responden menekankan bahwa pariwisata syariah memiliki urgensi yang tinggi
dalam pelaksanaannya. Dari segi kesesuaian, 60% responden setuju bahwa
pariwisata syariah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, nilai yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan adalah harapan atas
kenyamanan dan ketenangan dalam berwisata tanpa melupakan nilai-nilai
keislamannya. Nilai ini didukung dengan bertambahnya masyarakat
middle class
moslem
yang memiliki kesadaran tinggi dalam kehalalan suatu produk (Haidar
Tsany Alim, Andi Okta Riansyah, Karimatul Hidayah, Ikhwanul Muslim,
Adityawarman: 2015, 5). Hal itu menjadikan pariwisata syariah memiliki potensi
besar untuk dikembangkan mengikuti permintaan pasar yang ada.
Pengembangan pariwisata syariah memerlukan pengenalan pasar
pariwisata syariah yang jelas untuk memancing para pelaku bisnis wisata agar
terlibat langsung ke industri. Selain itu, keberagaman destinasi wisata di Indonesia
mendukung pariwisata syariah walaupun destinasi yang difokuskan disini masih
terfokus pada wisata religi dan destinasi wisata lainnya yang juga didukung
dengan fasilitas ibadah seperti Masjid (Unggul Priyadi: 2016, 94-95). Oleh karena
itu, desa wisata halal bisa menjadi destinasi baru dalam berwisata untuk
mengembangkan pariwisata halal di Indonesia.
Potensi jumlah wisatawan Indonesia dapat dilihat dari
State of the Global
Islamic Economy 2013 Report
, bahwa tingkat belanja wisatawan Indonesia
mencapai 12,5 persen dari keseluruhan nilai belanja pariwisata dunia. Prosentase
tersebut belum termasuk belanja untuk umrah dan haji. Diperkirakan pada tahun
2018 belanja wisatawan muslim untuk keperluan wisata menembus US$ 181
miliar. Tingkat pertumbuhan muslim yang beriwisata di dunia lebih banyak
dibandingkan tingkat pertumbuhan wisatawan mancanegara yang lain. Sebagai
catatan, wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia mencapai 8,8 juta turis,
dengan total US$ 1,66 miliar. Namun, para ahli mengamati industri perjalanan
dan pariwisata halal di negara-negara non-muslim lebih baik daripada di negaranegara muslim (Prasetyo Adi Sulistyono: 2018, 3).
Pertumbuhan pariwisata halal ini juga memunculkan
ghiroh dari Negara
lainnya. Dubai bercita-cita menjadikan Negaranya sebagai pusat rujujukan

ekonomi Islam di kancah internasional, Dubai memiliki strategi ekonomi
dibangun di atas tujuh pilar utama yaitu keuangan Islam, industri halal, pariwisata
halal, ekonomi Islam digital, seni dan desain Islam, standarisasi dan sertifikasi
ekonomi Islam, dan pusat internasional untuk informasi dan pendidikan Islam.
Bahkan, pada bulan Maret 2016 Kroasia telah menjadi tuan rumah pariwisata
halal dan kongres perdagangan sebagai bagian dari perayaannya ulang tahun 100
tahun dari isu “
Law of recognition of Islam as the equal religion to all other
religions
”. Selanjutnya, Pemerintah Kordoba telah meluncurkan proyek yang
disebut “Cordoba Halal”, yang merupakan bagian dari Rencana Strategis
Pariwisata Kordoba yang bertujuan untuk mengembangkan pariwisata halal di
kota Kordoba.

Pariwisata Syariah merupakan tujuan wisata baru di dunia saat ini.Utilizing the World Tourism Organization (UNWTO) menunjukkan bahwa
wisatawan muslim mancanegara berkontribusi 126 miliar dolar AS pada 2011.
Jumlah itu mengalahkan wisatawan dari Jerman, Amerika Serikat dan Cina.
Menurut data
Global Muslim Traveler, wisatawan muslim Indonesia masuk dalam
10 besar negara yang paling banyak berwisata. Namun, Indonesia tidak termasuk
dalam 10 tempat destinasi kunjungan muslim (Akhmad Saefudin: 2018). Ironis,
Indonesia tidak dapat dan bermayoritas muslim ini hanya menjadi konsumen saja.
Kemenparekraf RI sejauh ini telah mengembangkan dan mempromosikan
usaha jasa di bidang perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata dan spa di 12
destinasi wisata syariah. Pengembangan tersebut dilakukan di sejumlah kota yakni
Aceh, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Semarang, Jawa Timur, NTB serta Sulawesi Selatan (Alamsyah, I. E:
2018). Provinsi Jawa Tengah dan Semarang merupakan salah satu destinasi wisata
syariah yang mempunyai banyak obyek obyek wisata yang menarik untuk
dikunjungi. Didukung dengan transportasi yang memadai, obyek-obyek wisata
tersebut sangatmudah untuk dikunjungi.
Berbagai upaya dilakukan untuk mempersiapkan produk pariwisata ini
bersama pemangku kepentingan, salah satu cara memperkenalkan Wisata Syariah
di Indonesia kepada masyarakat dan dunia Internasional, Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia
menyelenggarakan Global Halal Forum bertema “Wonderful Indonesia as
Moslem Friendly Destination” pada 30 Oktober 2013 di JIExpo Kemayoran,
Jakarta.
Pentingnya dikembangkan potensi wisata syariah disampaikan Mantan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat peluncuran Gerakan Ekonomi
Syariah (GRES) di kawasan silang Monas, tanggal 17 November 2013. Presiden
Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa Indonesia
mempunyai banyak alasan untuk mengembangkan potensi wisata syariah, antara
lain keberadaan ekonomi syariah penting untuk mengurangi kerentanan antara
sistem keuangan dengan sektor riil, sehingga menghindari penggelembungan
ekonomi; menghindari pembiayaan yang bersifat fluktuatif, dan dapat
memperkuat pengaman sosial.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan wisata syariah
adalah mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi untuk menjadi destinasi wisata
syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera

Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari ke-13 provinsi
tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan
Jawa Timur.

Meskipun konsep halal sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar
penduduk Indonesia, namun wisata halal kurang berkembang di
Indonesiadikarenakan fasilitasi, tidak mudah memastikan makanan halal,
sertifikasi halal, dan promosi yang kurang. Hal tersebut tampak dari hasil laporan
lembaga riset dan pemeringkat industri pariwisata halal
Crescentrating bersamaMaster Card, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, Indonesia berada di
urutan keenam tujuan wisata halal dunia, di bawah Malaysia dan Thailand.
Crescentrating menilai Indonesia harus berusaha lebih keras jikaingin melangkahi
Malaysia dan Thailand dalam mengembangkan wisata halal.Menurut pendiri dan
CEO Crescentrating Fazal Bahardeen bahwaIndonesia belum begitu agresif dalam
mempromosikan wisata halal sepertinegara tetangga Malaysia dan
Thailand.Indonesia juga belum mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke
dalam program pariwisata nasional, dan membuat paket khusus wisata halal.
Fakta yang ada pariwisata syariah di Indonesia pada tahun 2013 yaitu
hotel syariah besertifikat baru 37 hotel.Sebanyak 150 hotel menuju operasional
syariah. Begitu juga dengan restoran, dari 2.916 restoran, baru 303 yang
bersertifikat halal. Sebanyak 1.800 mempersiapkan diri sebagai restoran halal.
Sedangkan tempat relaksasi, SPA kini baru berjumlah tiga unit. Sebanyak 29
sedang proses untuk mendapatkan sertifikat (Dini Andriani dkk: 2015, 16).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar